Kota Banda Aceh Masuk Daerah Rentan Likuifaksi

Hasil riset peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, lapisan tanah endapan aluvial di pusat ibu kota provinsi Aceh itu berpotensi mengalami likuifaksi.

Peneliti LIPI, Adrin Tohari, dalam hasil risetnya berjudul ‘Kerentanan Likuifaksi wilayah kota Banda Aceh Berdasarkan Metode Uji Penetrasi Konus’, menjelaskan bahwa kota Banda Aceh umumnya tersusun oleh endapan kuarter yang terdiri dari endapan pematang pantai, endapan rawa, dan endapan aluvial berumur Pleistosen dan Holosen.
 
Berdasarkan data pemboran, lapisan endapan aluvial dekat dengan pantai dapat mencapai ketebalan 206 meter di bawah permukaan tanah, di daerah Cot Paya, sebelah Timur Sungai Krueng Aceh.
Kemudian, di beberapa puluh kilometer ke arah hulu Kecamatan Lambaro, Aceh Besar, endapan aluvium memiliki ketebalan minimum 70 meter dengan proporsi 20 persen pasir dan 80 persen lempung pasiran, hingga pasirnya lempungan.
 
“Mengingat informasi potensi likuifaksi di Kota Banda Aceh masih sangat terbatas pasca gempa bumi 2004 silam, maka daerah-daerah yang rentan terhadap likuifaksi belum dapat terpetakan secara menyeluruh,” kata Adrin dalam keterangannya. Berdasarkan hasil perhitungan penurunan tanah, wilayah Banda Aceh dibagi menjadi lima zona kerentanan. Zona kerentanan tinggi terdapat di kecamatan Kuta Alam dan Syah Kuala, sementara zona kerentanan rendah terdapat di wilayah kecamatan Banda Raya.
 
“Maka hasil investigasi geoteknik detail sangat diperlukan untuk mencegah kerusakan pada bangunan dan infrastruktur akibat likuifaksi di wilayah Kota Banda Aceh itu,” ucapnya.
 
Adrin menjelaskan, peristiwa gempa bumi besar dapat menimbulkan dampak primer seperti goncangan, kenaikan dan penurunan tektonik, patahan permukaan, dan dampak sekunder seperti tsunami, longsoran dan likuifaksi. Menurutnya, berdasarkan peta geologi, wilayah Kota Banda Aceh umumnya tersusun oleh endapan kuarter yang terdiri dari endapan pematang pantai, endapan rawa, dan endapan aluvial berumur Pleistosen dan Holosen.
 
Pola tektonik wilayah Aceh dipengaruhi oleh pergerakan lempeng pada zona subduksi yang terletak +250 km di sebelah Barat pulau Sumatera. Kondisi seismo-tektonik ini menyebabkan wilayah Kota Banda Aceh termasuk dalam zona bahaya seismik tinggi. Zona kerentanan tinggi hingga sangat tinggi hampir terdapat di semua wilayah kecamatan di Kota Banda Aceh, kecuali wilayah kecamatan Baiturahman.
 
Pada zona kerentanan ini, penurunan tanah yang dapat terjadi lebih besar dari 20 cm. Zona kerentanan ini sangat tepat diperuntukkan sebagai kawasan lindung, ruang terbuka hijau, kawasan pariwisata dan kawasan hutan bakau.
 
Berdasarkan pola ruang dalam struktur RT/RW Kota Banda Aceh 2009-2029, beberapa kawasan perumahan, pedagangan dan jasa seta layanan umum, berada pada zona kerentanan tinggi. Hasil mikrozonasi kerentanan penurunan tanah menunjukkan pola ruang dalam RT/RW memerlukan penyesuaian dengan memperhatikan dan mempertimbangkan potensi penurunan tanah akibat likuifaksi di setiap kawasan.
 
“Penyesuaian pola ruang ini dapat memperkecil dampak dari likuifaksi terhadap kerusakan bangunan dan infrastruktur di seluruh wilayah Kota Banda Aceh, zonasi kerentanan penurunan permukaan tanah akibat likuifaksi di kota Banda Aceh, yaitu di kecamatan Baiturrahman, Kecamatan Meuraxa, Jaya Baru, Kuta Raja, kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Syiah Kuala, kecamatan Ulee Kareng, dan kecamatan Lhung Bata,” tuturnya.
 
sumber : Kumparan